Friday, March 21, 2008

Perspektif Dunia Pendidikan di Indonesia


Oleh M. Ihsanuddin
Dalam sebuah kehidupan, manusia tidak akan terlepas dari apa yang namanya pendidikan. Karena pendidikan merupakan sebuah proses dari pertumbuhan jiwa, jasmani dan rohani seseorang sejak dilahirkan di dunia. Dan itu merupakan sebuah modal dasar dalam membentuk kepribadian seseorang, karena pendidikan dapat mempengaruhi paradigma berpikir, etika, tingkah laku dan cara berbicara serta cara berpakaiannya.
Dengan pendidikan, manusia dapat mengeksplorasi apa yang ada di bumi ini, termasuk mengolah dan memanfaatkannya. Dengan pendidikan, manusia dapat menjalankan amanat Allah sebagai khalifah di bumi. Dengan pendidikan, Allah akan mengangkat derajatnya. Maka dari hal-hal tersebut, jelaslah bahwa pendidikan mempunyai peranan yang vital dalam membentuk masyarakat madani yang dinamis, progresif serta berlandaskan kepada wahyu Ilahi, sehingga terbentuk sebuah negara yang baik yang selalu dalam ampunan dan Lindungan-Nya. Karena pada hakikatnya, kejayaan dan kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkatan pendidikan, dan dari jumlah penduduk suatu negara itu. Negara yang maju, berperadaban tinggi, mempunyai budaya yang kuat, itu merupakan representative dari pendidikan negara tersebut.
Menengok kembali sejarah pendidikan di Indonesia, mempunyai dua basis yang berbeda, yang pertama berbasis pesantren, dan kedua berbasis pemerintah. Pendidikan yang berbasis pesantren muncul dan berkembang seiring dengan berkembangnya Islam di Indonesia, diantara ulama dan kyai sebagai pendiri pesantren sekaligus dijadikan sebagai wadah untuk mengamalkan ilmunya. Dalam menjalankan roda pendidikannya, mereka menggunakan sistem salafi/kuno, yang mengandalkan pengalaman dan ilmu yang telah didapatkan.
Basis yang kedua adalah ‘Pendidikan Nasional’ yang dimotori oleh pemerintah. Basis ini dirintis oleh seorang tokoh pendidikan nasional yaitu Ki Hajar Dewantara yang beorientasi pada peningkatan sumber daya manusia. Disebabkan rendahnya tingkat pendidikan ketika itu dan belum adanya sistem pendidikan yang teratur. Sistem pendidikan ini hanya berorientasi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga pengalokasian waktu lebih banyak pada materi umum, dan kurang memperhatikan akhlak bangsa.
Sejauh ini, pendidikan berkembang pesat dengan berbagai macam konsep dan sistemnya seiring dengan arus globalisasi dan perkembangan zaman. Dengan adanya arus globalisasi yang tidak memandang letak geografis, agama, dan tingkat kehidupannya, masyarakat dan praktisi pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber dayanya masing-masing demi menghadapi kemajuan zaman ini. Maka dengan persepsi yang demikian, para praktisi pendidikan serta orang-orang yang berkompeten dalam pendidikan membentuk berbagai macam konsep dan sistem yang ditawarkan masyarakat untuk memilih model pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman, yang muatannya kebanyakan untuk mencounter kemajuan dengan memperhatikan berbagai macam skill dan keahlian. Di lain pihak pendidikan yang berbasis pesantren tetap mempertahankan orientasinya sebagai wadah untuk mendalami ilmu-ilmu agama, dan sebagai benteng Islam di Indonesia, tapi di lain pihak pesantren juga tidak mau statis, yang cuma mengandalkan sistem dan sarana yang ada, tapi mulai adanya dinamisasi dengan penambahan muatan materi-materi yang sangat dibutuhkan di dunia luar pesantren, seperti bahasa inggris, computer, dll.
Perkembangan pendidikan di Indonesia mempunyai banyak fenomena yang banyak mendapat kecaman, diantaranya adanya program pengiriman calon dosen ke Barat di mulai sekitar 10-15 tahun lalu, atas prakarsa Rektor IAIN Jakarta ketika itu Harun Nasution, yang bertujuan membangun kerjasama dengan berbagai universitas di luar negeri, salah satu yang terlama yaitu dengan McGill University Kanada, yang di sana memang ada program Magister dan Doktoral untuk pemikiran Islam. Munculnya isu SISDIKNAS pada tahun 2003, ini mengundang para tokoh pendidikan Islam, Para kyai, dan Para Tokoh Islam mengambil tempat untuk merancang dan menggolkan RUU SISDIKNAS supaya tidak merugikan pendidikan Islam. Akhir-akhir ini terjadi kormersialisasi pendidikan, dengan adanya otonomi sekolah untuk menentukan biaya sekolahnya sendiri, kalau sekolah itu favorit, maka biayanya mahal, sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah. Juga sering terjadi perubahan kurikulum, yang secara tidak langsung mengganti buku-buku paket dengan kurikulum yang baru. Disitulah letak adanya komersialisasi dan pembebanan orang tua untuk menyekolahkan anaknya.
Wajah pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari fenomena-fenomena yang terjadi dalam perkembangan pendidikan itu sendiri. Adanya tarik-ulur dari kalangan Islam moderat, Islam Salafi dan Nasionalis yang masing-masing mempunyai kontribusi dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, tingkat pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah dan lambat, ambil contoh Malaysia. Pada tahun 80-an Malaysia masih mengambil guru pengajar dan belajar ke Indonesia, tapi sekarang berbalik. Maka harus ada rekontruksi sistem dan manajemen dan orientasi pendidikan yang jelas. Lain dari pada itu, keberhasilan sebuah pendidikan dan kegagalannya dapat dilihat dari out put sebuah sistem, manajemen, orientasi dan kurikulum pendidikan yang berlaku.
Tidak dapat dipungkiri, walaupun tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih rendah dalam taraf internasional, sebagian anak bangsa sudah mampu menunjukkan kemampuannya dalam bidang sains, dengan menjuarai lomba fisika, kimia dan biologi. Tapi kendala yang dihadapi adalah kurangnya pemerataan pendidikan, terlihat pendidikan belum dirasakan oleh masyarakat miskin yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia.
Dunia pendidikan menjadi poin/faktor penting dalam meningkatkan martabat dan taraf hidup bangsa Indonesia. Ketika Presiden SBY terpilih, beliau mengalokasikan dana untuk bidang pendidikan -lumayan- tinggi, dengan menetapkan SPP gratis mulai tingkat SD sampai SLTP. Seharusnya pemerintah Indonesia mengawalinya dari dulu, sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam perkembangan pendidikan dan taraf hidup masyarakat akan lebih meningkat.
Untuk itu pendidikan tidak boleh dipandang sebelah mata, kalau sebuah negara akan mencapai kemajuan yang pesat dan mempunyai taraf hidup yang tinggi. Kebanyakan negara maju masalah pendidikan tidak menjadi problem, karena yang diprioritaskan pertama kali adalah bidang pendidikan. Dari situ muncullah sekolah-sekolah, universitas-universitas gratis dan beasiswa-beasiswa yang tidak hanya diperuntukkan warga negaranya sendiri, tapi juga warga negara lain. Kapan negara Indonesia bisa memberikan beasiswa ke warga negara lain?.
Kemanakah arah pendidikan di Indonesia? Pendidikan di Indonesia yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan taraf hidup warganya belum terwujud, dan itu masih banyak kekurangan dengan dilihat dari out put pendidikan nasional, kalau dikalkulasikan berapa banyak lulusan sekolah-sekolah yang ada, tidak mempunyai pekerjaan, menjadi pengangguran, atau menjadi pembantu rumah tangga, atau menjadi TKI, TKW yang menjadi babu, pekerja kasar di negara lain, tidak mempunyai skill yang bisa diandalkan. Itulah potret out put pendidikan di Indonesia secara mayoritas. Maka negara-negara lain melihat bahwa martabat warga negara Indonesia di negara lain sangat rendah karena banyaknya warga negara Indonesia yang menjadi tenaga kerja di negara-negara maju.
Orientasi dan arah pendidikan di Indonesia harus mengacu pada kultur dan budaya bangsa. Meskipun mengadopsi berbagai macam sistem dan metodologi dari Barat, kultur budaya masyarakat harus tetap dijaga. Dengan melihat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, seharusnya muatan pendidikan Agama Islam yang diajarkan di sekolah-sekolah negeri tidak hanya 2 jam seminggu, sehingga anak-anak lebih memahami agamanya, dan menjaga balance antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Itulah pengaruh dan dampak pada out put kepribadian anak didik, demikian juga membentuk pola pikir yang benar, keseimbangan antara kecerdasan rasionallitas dan kecerdasan spiritualitas. Kalau kecerdasan emosionalitas terwujud dengan adanya berbagai macam kegiatan yang mendukung belajarnya.
Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang terpelajar dan berpendidikan mempunyai akhlak dan tingkah laku yang kurang terpuji. Berapa banyak para koruptor dari orang-orang terpelajar? berapa banyak anak-anak terpelajar yang perbuatannya melanggar norma-norma agama? Berapa banyak berita yang terbit tiap hari mengupas masalah kriminal? Di mana letak keberhasilan pendidikan kalau masyarakat suatu bangsa kurang beradab dan berbudaya? Itulah beberapa pertanyaan yang perlu direnungkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Wallahu a’lam bish-showab.

No comments: