Friday, May 16, 2008

Figur Ideal Sepanjang Zaman

(Respon modernitas dan krisis keteladanan)
Oleh : M. Ihsanuddin
Prolog
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (الأحزاب21)
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" (Al-Ahzab : 21)
Dalam era globalisasi sekarang ini, krisis multidimensi masih tetap menjangkiti masyarakat, selain krisis pangan yang melanda negara-negara dunia ketiga dengan terjadinya inflasi harga bahan pokok, minyak dunia, juga krisis kepemimpinan (figur umat) yang bisa memberi teladan dalam segala aspek kehidupan, baik dalam hubungan vertikal (Sang Kholiq-Allah Swt-) maupun hubungan horizontal (antar sesama manusia).
Realitas umat di abad 21 berbeda jauh dengan konteks sosio kultur & politik umat di abad sebelum 20 masehi. Semakin jauh umat (baca: Islam) dengan zaman Kenabian Muhammad SAW, semakin terkikislah values yang terkandung dalam jiwa dan kepribadian-Nya. Siroh Nabawiyah yang merupakan bagian dari manifestasi Syariat dan ajaran Islam, oleh sebagian umat dianggap sudah tidak relevan untuk dijadikan standar pijakan dalam berbagai aspek kehidupan umat dewasa ini. Opini seperti ini, telah menjiwai sebagian besar umat sebagai dampak gencarnya arus globalisasi, teknologi, trend modernitas, dan life style, yang semua itu bersumber dari kehidupan barat yang materialistis liberalistis. Umat dimanjakan dengan berbagai macam kemajuan teknologi dan kecanggihan komunikasi, cenderung terlena dengan buain kemodernan, hedonitas, materialistis, glamournya kehidupan dengan fasilitas kemewahan dunia yang fana'. Disegi lain, tingkat kemiskinan yang semakin memprihatinkan, nilai-nilai spiritualitas agama mulai terdegradasi, dekadensi moral yang tak terelakkan lagi, ini berimplikasi pada kebutuhan masyarakat yang sangat urgen untuk mencari figur pemimpin umat yang bisa meneladani Nabi Muhammad SAW dari segala aspek kehidupan, mulai dari sifat-sifat yang dimiliki-Nya, akhlaq yang mulia, kapasitas dan kapabilitas dalam berdakwah serta berdiplomasi antar pemimpin negara dan umat beragama.
Secara kontekstual, kemajuan zaman dan peradaban manusia telah mereduksi nilai-nilai spiritualitas yang bersumber dari Islam atas tuntunan Nabi Muhammad SAW. Padahal secara historis, Islam sendiri mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam sejarah peradaban manusia. Islam telah merevolusi tatanan kehidupan Jahiliyah menuju tatanan kehidupan masyarakat madani (Al-Baqarah 143). Disinilah perlunya revitalisasi dan reposisi ajaran dan nilai-nilai yang telah diajarkan oleh Rosulullah SAW sebagai figur dan suri teladan untuk dijiwai dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Memang pada kenyataannya, problematika umat tidak terlepas dari konteks sosio kultur masyarakat itu sendiri. Sedangkan sosio kultur masyarakat merupakan produk interaksi antara tren budaya global yang selalu berkembang dan berubah vis a vis dengan tatanan kehidupan yang paten, yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rosulullah SAW. Ini berimplikasi pada ambiguitas umat, juga sebagai tantangan dan ujian kecerdasan umat untuk bisa kontinyu dan istiqomah dalam memposisikan dirinya dalam mengikuti ajaran dan sunnah Rosulullah SAW di tengah percaturan dunia global. Umat dituntut untuk tidak tereliminasi dan terseret dalam arus trend budaya relativisme modernisme yang fana' sebagai pemuas jiwa yang hampa nur Ilahi.
Relasi antara modernitas dan kemajuan teknologi dengan ajaran Ilahi dan Sunnah Nabawiyah, mempunyai dua sisi yang saling mempengaruhi, di satu sisi modernitas dan kemajuan teknologi sebagai support dan penopang dalam menjalankannya, di sisi yang lain sebagai ancaman dan tantangan yang bisa mereduksi dan mendekonstruksi tatanan nilai-nilai Islam. Namun demikian, umat lebih silau dengan konteks tuntutan zaman yang lebih mengedepankan rasionalistis materialistis ketimbang tunduk dan patuh pada ajaran Ilahi dan Rosulullah SAW. Dengan melihat realitas tersebut, tidak dipungkiri bahwa dalam rangka membangun bangsa dan negara, demi tegaknya agama (baca:Islam) dan kemaslahatan umat, sangat dibutuhkan figur pemimpin perfeksionis layaknya Rosululloh tersebut, tidak berarti harus sama persis semua apa yang dhahir maupun yang batin dari perbuatan, perkataan, serta keputusan-Nya untuk dijadikan dalil, karena kepribadian Rosulullah yang termanifestasikan dalam bentuk Hadits mempunyai banyak tingkatan, diantaranya shahih, hasan, maqbul, dhoif dan sebagainya. Juga ada beberapa hal ghoiru masyru' (tidak disyariatkan) untuk tidak diteladani, akan tetapi hanya dikhususkan untuk Rosulullah SAW. Maka sangat dibutuhkan verifikasi Hadits yang valid supaya umat terhindar dari hal-hal yang tidak disyariatkan, seperti takhayul, bid'ah dan khurafat.

Pemimpin Agama, Politik & Militer.
Mereview kembali jejak kehidupan Rosulullah SAW, memang Beliau sejak kecil hidup dalam kesusahan dan penderitaan. Di lahirkan dalam keadaan yatim, menjadi yatim piatu pada umur 6 tahun, kemudian diasuh kakeknya Abdul Mutholib, sambil menggembala kambing. Hingga umur 12 tahun kakeknya wafat, kemudian diasuh oleh pamannya Abu Tholib, hingga dewasa. Ketika diasuh Abu Tholib diajak berdagang ke negeri Syam. Disaat itulah dia diketemukan dengan Siti Khadijah, seorang janda kaya raya yang akhirnya menjadi Istri Rosul SAW yang pertama, ketika itu usianya 25 tahun. Disamping itu, beliau sudah bisa memimpin para pemimpin-pemimpin kabilah dalam peristiwa peletakan hajar aswad. Ketika umur 40 tahun, Beliau diangkat sebagai Nabi dan Rosul akhir zaman, penyempurna risalah para Nabi dan Rosul sebelumnya.
Michael H. Hart seorang non muslim yang menempatkan urutan pertama Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang paling berpengaruh dalam sejarah. Di dalam bukunya "Seratus Tokoh Orang yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah", menyatakan bahwa pengaruh Rosul SAW tampak pada keabadian ajaran agama yang dibawanya. Empat belas abad setelah wafatnya, ajaran Islam masih tetap eksis dan melekat di lubuk sanubari para pengikutnya. Di samping itu, Ia sebagai pemimpin umat, baik pemimpin agama (hal-hal yang bersifat teologis) maupun pemimpin dunia (hal-hal yang bersifat duniawi seperti ekonomi, politik dan militer). Juga tidak ada dikotomi dalam kepemimpinannya. Terbukti selain berdakwah menyebarkan ajaran Islam, beliau memperluas wilayah kekuasaannya hingga terbentang luas dari Maroko hingga Merauke. Disamping itu, mayoritas yang mendiami wilayah itu, memposisikan Nabi Muhammad SAW sebagai sentral figur dan panutan, dengan tetap berpedoman pada dua warisannya, yaitu Al-Quran dan Al-Hadits, serta tetap mempunyai sentral kiblat ke Ka'bah Baitullah di Mekkah Al-Mukarramah. Sedangkan Nabi Isa oleh Michael H. Hart ditempatkan pada urutan ketiga setelah Issac Newton, dia mengatakan walaupun pengikut Nabi Isa (umat nasrani) dua kali lipat lebih banyak dari Umat Islam, tapi saat sekarang ini, tidak ditemukan kitab Injil ataupun ajaran-ajaran Nabi Isa yang murni. Semuanya sudah menyimpang dari aslinya. Sedangkan ajaran-ajaran Islam tetap murni, Al-quran tetap seperti aslinya, terjaga dari penyimpangan dan perubahan, baik dari segi mushaf tulisannya maupun penafsirannya.

Black Opinion terhadap Rosululllah SAW
Sejak kecil Nabi SAW tidak sepi dari celaan dan hinaan serta tantangan yang cukup berat dalam perjalanan hidup dan dakwah risalah kenabian-Nya. Ketika mulai berdakwah, Celaan tersebut datang dari para kafir Quraisy yang tidak rela datangnya revolusi tradisi, dogma, dan keyakinan yang akan merubah keyakinan bangsa Arab tersebut. Maka Rosulullah SAW dalam berdakwah mempunyai tahapan-tahapan yang harus ditempuhnya, setidaknya ada empat tahapan, pertama dakwah sirriyah dengan sembunyi-sembunyi, kedua dakwah jahriyah (dengan terang-terangan, menggunakan lisan tanpa peperangan), ketiga dakwah terang-terangan dengan memerangi orang-orang yang menyerang dan memulai peperangan, keempat dakwah terang-terangan dengan memerangi setiap orang yang menghalangi jalannya dakwah atau menghalangi orang yang masuk Islam.
Adapun musuh-musuh Islam – mulai dari kaum kafir Quraisy, para misionaris, Orientalis, Yahudi, antek-antek mereka hingga kaum atheis - yang tidak rela kejayaan Islam dan umatnya di muka bumi ini, selalu mengecam, mengancam, menyerang, dan menjelekkan citra Rosulullah SAW dari berbagai sisi kehidupannya, diantaranya Rosulullah diklaim sebagai sebagai seorang seks mania yang tenggelam dalam kelezatan jasadiyah karena mempunyai sembilan istri, sebagai dalang pemicu permusuhan umat dan bangsa karena mereka menganggap Islamlah yang mengotak-kotakkan manusia dalam berbagai bentuk, antara mukmin dan kafir hingga timbulnya clash civilization, juga diklaim sebagai panglima kejahatan perang karena menyebarkan ajarannya dengan pedang, dikarikaturkan dengan memakai sorban dan membawa bom, dan sebagainya.
Pada hakekatnya, dibalik semua perjalanan hidup Rosulullah SAW mengandung hikmah yang berdasarkan nushush sebagai dalil atas segala tindakan, perkataan, dan ketetapan Rosulullah SAW. Seperti Rosulullah mempunyai 9 istri tidak lain untuk kepentingan dakwah Islam dan merupakan bagian dari sejarah tasyri íslami, yang ini hanya dikhususkan untuk Rosulullah SAW, bukan untuk umatnya (al-Ahzab : 50). Sedangkan klaim Nabi SAW sebagai dalang timbulnya permusuhan dan peperangan, ini pemahaman yang keliru tentang Islam dan dakwahnya, padahal Rosulullah sebagai pembawa kabar gembira bagi umat manusia, serta Islam sebagai agama yang membawa ideologi yang lurus untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akherat, disebarkan dengan kedamaian dan keluwesan, tanpa ada paksaan (Al-Kahfi : 29).

Epilog
Rosululloh SAW sebagai Nabi akhir zaman, penyempurna ajaran-ajaran Nabi sebelumnya, mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat penting dalam terbentuknya peradaban Islam. Disamping sebagai pemimpin Agama, juga menjadi pemimpin politik dan militer. Namun demikian, para misionaris, orientalis, atheis, yahudi dan para antek-anteknya tidak segan-segan menghujat eksistensi kenabian dari segala sisi kehidupannya. Mereka tidak rela kejayaan Islam dan umatnya dengan mengadakan kajian tentang Islam dan Rosulullah SAW yang tidak obyektif, penuh dengan kesubyektifitasan untuk mereduksi nilai-nilai Islam. Maka seyogyanya sebagai umat Islam tetap istiqomah dalam meneladani ajaran-ajaran yang telah dibawanya, juga merevitalisasikan dan mereposisikan A-Quran dan Sunnah Rosulullah SAW sebagai pedoman hidup dan sekaligus sebagai filter terhadap arus globalisasi dan tren budaya global yang sedang berkembang di masyarakat.